KEBIJAKSANAAN PEMERINTAH
3/29/2013 07:11:00 AM
1.
KEBIJAKAN PEMBANGUNAN
Kebijakan
Pembangunan (Periode tiap Pelita)
Kehidupan Ekonomi
Masa Orde Baru
Pada masa Demokrasi Terpimpin, negara
bersama aparat ekonominya mendominasi seluruh kegiatan ekonomi sehingga
mematikan potensi dan kreasi unit-unit ekonomi swasta. Sehingga, pada permulaan
Orde Baru program pemerintah berorientasi pada usaha penyelamatan ekonomi
nasional terutama pada usaha mengendalikan tingkat inflasi, penyelamatan
keuangan negara dan pengamanan kebutuhan pokok rakyat. Tindakan pemerintah ini
dilakukan karena adanya kenaikan harga pada awal tahun 1966 yang menunjukkan
tingkat inflasi kurang lebih 650 % setahun. Hal itu menjadi penyebab kurang
lancarnya program pembangunan yang telah direncanakan pemerintah. Oleh karena
itu pemerintah menempuh cara sebagai berikut.
1.
Stabilisasi dan Rehabilitasi Ekonomi
Keadaan
ekonomi yang kacau sebagai peninggalan masa Demokrasi Terpimpin,pemerintah
menempuh cara :
Mengeluarkan
Ketetapan MPRS No.XXIII/MPRS/1966 tentang Pembaruan Kebijakan ekonomi, keuangan
dan pembangunan.
MPRS
mengeluarkan garis program pembangunan, yakni program penyelamatan, program
stabilitas dan rehabilitasi, serta program pembangunan.
Program
pemerintah diarahkan pada upaya penyelamatan ekonomi nasional terutama
stabilisasi dan rehabilitasi ekonomi. Stabilisasi berarti mengendalikan inflasi
agar harga barang-barang tidak melonjak terus. Sedangkan rehabilitasi adalah
perbaikan secara fisik sarana dan prasarana ekonomi. Hakikat dari kebijakan ini
adalah pembinaan sistem ekonomi berencana yang menjamin berlangsungnya
demokrasi ekonomi ke arah terwujudnya masyarakat adil dan makmur berdasarkan
Pancasila.
Langkah-langkah
yang diambil Kabinet AMPERA mengacu pada Tap MPRS tersebut adalah sebagai
berikut.
1)
Mendobrak kemacetan ekonomi dan memperbaiki sektor-sektor yang menyebabkan
kemacetan, seperti :
•
rendahnya penerimaan Negara
•
tinggi dan tidak efisiennya pengeluaran Negara
•
terlalu banyak dan tidak produktifnya ekspansi kredit bank
•
terlalu banyak tunggakan hutang luar negeri
•
penggunaan devisa bagi impor yang sering kurang berorientasi pada kebutuhan
prasarana.
2)
Debirokratisasi untuk memperlancar kegiatan perekonomian.
3)
Berorientasi pada kepentingan produsen kecil.
Untuk
melaksanakan langkah-langkah penyelamatan tersebut maka ditempuh cara:
1.
Mengadakan operasi pajak
2.
Cara pemungutan pajak baru bagi pendapatan perorangan dan kekayaan dengan
menghitung pajak sendiri dan menghitung pajak orang.
3.
Penghematan pengeluaran pemerintah (pengeluaran konsumtif dan rutin), serta
menghapuskan subsidi bagi perusahaan negara.
4.
Membatasi kredit bank dan menghapuskan kredit impor.
Program
Stabilisasi dilakukan dengan cara membendung laju inflasi.
Hasilnya bertolak belakang dengan
perbaikan inflasi sebab harga bahan kebutuhan pokok melonjak namun inflasi
berhasil dibendung (pada tahun akhir 1967- awal 1968)
Sesudah
kabinet Pembangunan dibentuk pada bulan Juli 1968 berdasarkan Tap MPRS
No.XLI/MPRS/1968, kebijakan ekonomi pemerintah dialihkan pada pengendalian yang
ketat terhadap gerak harga barang khususnya sandang, pangan, dan kurs valuta
asing. Sejak saat itu kestabilan ekonomi nasional relatif tercapai sebab sejak
1969 kenaikan harga bahan-bahan pokok dan valuta asing dapat diatasi.
Program Rehabilitasi dilakukan dengan
berusaha memulihkan kemampuan berproduksi.
Selama
10 tahun mengalami kelumpuhan dan kerusakan pada prasarana ekonomi dan sosial.
Lembaga perkreditan desa, gerakan koprasi, perbankan disalah gunakan dan
dijadikan alat kekuasaan oleh golongan dan kepentingan tertentu. Dampaknya
lembaga tidak dapat melaksanakan fungsinya sebagai penyusun dan perbaikan tata
hidup masyarakat.
2.
Kerja Sama Luar Negeri
Keadaan ekonomi Indonesia pasca Orde Lama
sangat parah, hutangnya mencapai 2,3-2,7 miliar sehingga pemerintah Indonesia
meminta negara-negara kreditor untuk dapat menunda pembayaran kembali utang
Indonesia. Pemerintah mengikuti perundingan dengan negara-negara kreditor di
Tokyo Jepang pada 19-20 September 1966 yang menanggapi baik usaha pemerintah
Indonesia bahwa devisa ekspornya akan digunakan untuk pembayaran utang yang
selanjutnya akan dipakai untuk mengimpor bahan-bahan baku. Perundingan
dilanjutkan di Paris, Perancis dan dicapai kesepakatan sebagai berikut.
Utang-utang
Indonesia yang seharusnya dibayar tahun 1968 ditunda pembayarannya hingga tahun
1972-1979.
Utang-utang Indonesia yang seharusnya
dibayar tahun 1969 dan 1970 dipertimbangkan untuk ditunda juga pembayarannya.
Perundingan dilanjutkan di Amsterdam,
Belanda pada tanggal 23-24 Februari 1967. Perundingan itu bertujuan
membicarakan kebutuhan Indonesia akan bantuan luar negeri serta kemungkinan
pemberian bantuan dengan syarat lunak yang selanjutnya dikenal dengan IGGI
(Inter Governmental Group for Indonesia). Melalui pertemuan itu pemerintah
Indonesia berhasil mengusahakan bantuan luar negeri. Indonesia mendapatkan
penangguhan dan keringanan syarat-syarat pembayaran utangnya.
3.
Pembangunan Nasional
Dilakukan pembagunan nasional pada masa
Orde Baru dengan tujuan terciptanya masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan
Pancasila dan UUD 1945. Arah dan kebijaksanaan ekonominya adalah pembangunan
pada segala bidang. Pedoman pembangunan nasionalnya adalah Trilogi Pembangunan
dan Delapan Jalur Pemerataan. Inti dari kedua pedoman tersebut adalah
kesejahteraan bagi semua lapisan masyarakat dalam suasana politik dan ekonomi
yang stabil. Isi Trilogi Pembagunan adalah sebagai berikut.
1)
Pemerataan pembangunan dan hasil-hasilnya menuju kepada terciptanya keadilan
sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
2)
Pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi.
3)
Stabilitas nasional yang sehat dan dinamis.
Pelaksanaannya
pembangunan nasional dilakukan secara bertahap yaitu,
•
Jangka panjang mencakup periode 25 sampai 30 tahun
•
Jangka pendek mencakup periode 5 tahun (Pelita/Pembangunan Lima Tahun),
merupakan jabaran lebih rinci dari pembangunan jangka panjang sehingga tiap
pelita akan selalu saling berkaitan/berkesinambungan.
Selama
masa Orde Baru terdapat 6 Pelita, yaitu :
1. Pelita I
Dilaksanakan pada 1 April 1969 hingga 31
Maret 1974 yang menjadi landasan awal pembangunan Orde Baru.
Tujuan
Pelita I :
Untuk meningkatkan taraf hidup rakyat dan sekaligus meletakkan dasar-dasar bagi
pembangunan dalam tahap berikutnya.
Sasaran
Pelita I :
Pangan, Sandang, Perbaikan prasarana, perumahan rakyat, perluasan lapangan
kerja, dan kesejahteraan rohani.
Titik
Berat Pelita I :
Pembangunan bidang pertanian sesuai dengan tujuan untuk mengejar
keterbelakangan ekonomi melalui proses pembaharuan bidang pertanian, karena
mayoritas penduduk Indonesia masih hidup dari hasil pertanian.
Muncul peristiwa Marali (Malapetaka
Limabelas Januari) terjadi pada tanggal 15-16 Januari 1947 bertepatan dengan
kedatangan PM Jepang Tanaka ke Indonesia. Peristiwa ini merupakan kelanjutan
demonstrasi para mahasiswa yang menuntut Jepang agar tidak melakukan dominasi
ekonomi di Indonesia sebab produk barang Jepang terlalu banyak beredar di
Indonesia. Terjadilah pengrusakan dan pembakaran barang-barang buatan Jepang.
2. Pelita II
Dilaksanakan pada tanggal 1 April 1974
hingga 31 Maret 1979. Sasaran utamanya adalah tersedianya pangan,
sandang,perumahan, sarana dan prasarana, mensejahterakan rakyat dan memperluas
kesempatan kerja. Pelaksanaan Pelita II cukup berhasil pertumbuhan ekonomi
rata-rata mencapai 7% per tahun. Pada awal pemerintahan Orde Baru laju inflasi
mencapai 60% dan pada akhir Pelita I laju inflasi turun menjadi 47%.
Selanjutnya pada tahun keempat Pelita II, inflasi turun menjadi 9,5%.
3. Pelita III
Dilaksanakan pada tanggal 1 April 1979
hingga 31 Maret 1984. Pelita III pembangunan masih berdasarkan pada Trilogi
Pembangunan dengan penekanan lebih menonjol pada segi pemerataan yang dikenal
dengan Delapan Jalur Pemerataan, yaitu:
> Pemerataan
pemenuhan kebutuhan pokok rakyat, khususnya sandang, pangan, dan perumahan.
>
Pemerataan kesempatan memperoleh pendidikan dan pelayanan kesehatan.
>
Pemerataan pembagian pendapatan
>
Pemerataan kesempatan kerja
>
Pemerataan kesempatan berusaha
> Pemerataan
kesempatan berpartisipasi dalam pembangunan khususnya bagi generasi muda dan
kaum perempuan
>
Pemerataan penyebaran pembagunan di seluruh wilayah tanah air
>
Pemerataan kesempatan memperoleh keadilan.
4. Pelita IV
Dilaksanakan pada tanggal 1 April 1984
hingga 31 Maret 1989. Titik beratnya adalah sektor pertanian menuju swasembada
pangan dan meningkatkan industri yang dapat menghasilkan mesin industri
sendiri. Terjadi resesi pada awal tahun 1980 yang berpengaruh terhadap
perekonomian Indonesia. Pemerintah akhirnya mengeluarkan kebijakan moneter dan
fiskal sehingga kelangsungan pembangunan ekonomi dapat dipertahankan.
5. Pelita V
Dilaksanakan pada tanggal 1 April 1989
hingga 31 Maret 1994. Titik beratnya pada sektor pertanian dan industri.
Indonesia memiki kondisi ekonomi yang cukup baik dengan pertumbuhan ekonomi rata-rata
6,8 % per tahun. Posisi perdagangan luar negeri memperlihatkan gambaran yang
menggembirakan. Peningkatan ekspor lebih baik dibanding sebelumnya.
6. Pelita VI
Dilaksanakan pada tanggal 1 April 1994
hingga 31 Maret 1999. Titik beratnya masih pada pembangunan pada sektor ekonomi
yang berkaitan dengan industri dan pertanian serta pembangunan dan peningkatan
kualitas sumber daya manusia sebagai pendukungnya. Sektor ekonomi dipandang
sebagai penggerak utama pembangunan. Pada periode ini terjadi krisis moneter
yang melanda negara-negara Asia Tenggara termasuk Indonesia. Karena krisis
moneter dan peristiwa politik dalam negeri yang mengganggu perekonomian
menyebabkan rezim Orde Baru runtuh.
2.
KEBIJAKAN MONETER
Kebijakan moneter adalah proses mengatur persediaan
uang sebuah negara untuk mencapai tujuan tertentu; seperti menahan inflasi,
mencapai pekerja penuh atau lebih sejahtera. Kebijakan moneter dapat melibatkan
mengeset standar bunga pinjaman, “margin requirement“, kapitalisasi untuk bank
atau bahkan bertindak sebagai peminjam usaha terakhir atau melalui persetujuan
melalui negosiasi dengan pemerintah lain.
Kebijakan moneter pada dasarnya merupakan
suatu kebijakan yang bertujuan untuk mencapai keseimbangan internal
(pertumbuhan ekonomi yang tinggi, stabilitas harga, pemerataan pembangunan) dan
keseimbangan eksternal (keseimbangan neraca pembayaran) serta tercapainya
tujuan ekonomi makro, yakni menjaga stabilisasi ekonomi yang dapat diukur
dengan kesempatan kerja, kestabilan harga serta neraca pembayaran internasional
yang seimbang. Apabila kestabilan dalam kegiatan perekonomian terganggu, maka
kebijakan moneter dapat dipakai untuk memulihkan (tindakan stabilisasi).
Pengaruh kebijakan moneter pertama kali akan dirasakan oleh sektor perbankan,
yang kemudian ditransfer pada sektor riil.
Kebijakan moneter adalah upaya untuk
mencapai tingkat pertumbuhan ekonomi yang tinggi secara berkelanjutan dengan
tetap mempertahankan kestabilan harga. Untuk mencapai tujuan tersebut Bank
Sentral atau Otoritas Moneter berusaha mengatur keseimbangan antara persediaan
uang dengan persediaan barang agar inflasi dapat terkendali, tercapai
kesempatan kerja penuh dan kelancaran dalam pasokan/distribusi barang.Kebijakan
moneter dilakukan antara lain dengan salah satu namun tidak terbatas pada
instrumen sebagai berikut yaitu suku bunga, giro wajib minimum, intervensi
dipasar valuta asing dan sebagai tempat terakhir bagi bank-bank untuk meminjam
uang apabila mengalami kesulitan likuiditas.
Pengaturan jumlah uang yang beredar pada
masyarakat diatur dengan cara menambah atau mengurangi jumlah uang yang
beredar. Kebijakan moneter dapat digolongkan menjadi dua, yaitu :
Kebijakan
Moneter Ekspansif / Monetary Expansive Policy
Adalah
suatu kebijakan dalam rangka menambah jumlah uang yang edar
Kebijakan
Moneter Kontraktif / Monetary Contractive Policy
Adalah
suatu kebijakan dalam rangka mengurangi jumlah uang yang edar. Disebut juga
dengan kebijakan uang ketat (tight money policy)
Kebijakan
moneter dapat dilakukan dengan menjalankan instrumen kebijakan moneter, yaitu
antara lain :
Operasi
Pasar Terbuka (Open Market Operation)
Operasi pasar terbuka adalah cara
mengendalikan uang yang beredar dengan menjual atau membeli surat berharga
pemerintah (government securities). Jika ingin menambah jumlah uang beredar,
pemerintah akan membeli surat berharga pemerintah. Namun, bila ingin jumlah
uang yang beredar berkurang, maka pemerintah akan menjual surat berharga
pemerintah kepada masyarakat. Surat berharga pemerintah antara lain diantaranya
adalah SBI atau singkatan dari Sertifikat Bank Indonesia dan SBPU atau
singkatan atas Surat Berharga Pasar Uang.
Fasilitas
Diskonto (Discount Rate)
Fasilitas diskonto adalah pengaturan
jumlah duit yang beredar dengan memainkan tingkat bunga bank sentral pada bank
umum. Bank umum kadang-kadang mengalami kekurangan uang sehingga harus meminjam
ke bank sentral. Untuk membuat jumlah uang bertambah, pemerintah menurunkan
tingkat bunga bank sentral, serta sebaliknya menaikkan tingkat bunga demi
membuat uang yang beredar berkurang.
Rasio
Cadangan Wajib (Reserve Requirement Ratio)
Rasio cadangan wajib adalah mengatur
jumlah uang yang beredar dengan memainkan jumlah dana cadangan perbankan yang
harus disimpan pada pemerintah. Untuk menambah jumlah uang, pemerintah menurunkan
rasio cadangan wajib. Untuk menurunkan jumlah uang beredar, pemerintah
menaikkan rasio.
Himbauan
Moral (Moral Persuasion)
Himbauan moral adalah kebijakan moneter
untuk mengatur jumlah uang beredar dengan jalan memberi imbauan kepada pelaku
ekonomi. Contohnya seperti menghimbau perbankan pemberi kredit untuk
berhati-hati dalam mengeluarkan kredit untuk mengurangi jumlah uang beredar dan
menghimbau agar bank meminjam uang lebih ke bank sentral untuk memperbanyak
jumlah uang beredar pada perekonomian.
3. KEBIJAKAN FISKAL
Kebijakan Fiskal adalah suatu kebijakan
ekonomi dalam rangka mengarahkan kondisi perekonomian untuk menjadi lebih baik
dengan jalan mengubah penerimaan dan pengeluaran pemerintah. Kebijakan ini
mirip dengan kebijakan moneter untuk mengatur jumlah uang beredar, namun
kebijakan fiskal lebih mekankan pada pengaturan pendapatan dan belanja
pemerintah.
Instrumen kebijakan fiskal adalah
penerimaan dan pengeluaran pemerintah yang berhubungan erat dengan pajak. Dari
sisi pajak jelas jika mengubah tarif pajak yang berlaku akan berpengaruh pada
ekonomi. Jika pajak diturunkan maka kemampuan daya beli masyarakat akan
meningkat dan industri akan dapat meningkatkan jumlah output. Dan sebaliknya
kenaikan pajak akan menurunkan daya beli masyarakat serta menurunkan output
industri secara umum.
4. KEBIJAKAN FISKAL DAN MONETER SEKTOR LUAR
NEGERI
Kebijakan fiskal dan kebijakan moneter
satu sama lain saling berpengaruh dalam kegiatan perekonomian. Masing – masing
variabel kebijakan tersebut, kebijakan fiskal dipengaruhi oleh dua variabel
utama, yaitu pajak (tax) dan pengeluaran pemerintah (goverment expenditure).
Sedangkan variabel utama dalam kebijakan moneter, yaitu GDP, inflasi, kurs, dan
suku bunga. Berbicara tentang kebijakan fiskal dan kebijakan moneter berkaitan
erat dengan kegiatan perekonomian empat sektor, dimana sektor – sektor tersebut
diantaranya sektor rumah tangga, sektor perusahaan, sektor pemerintah dan
sektor dunia internasional/luar negeri. Ke-empat sektor ini memiliki hubungan
interaksi masing – masing dalam menciptakan pendapatan dan pengeluaran.
Kebijakan fiskal akan mempengaruhi
perekonomian melalui penerimaan negara dan pengeluaran negara. Disamping
pengaruh dari selisih antara penerimaan dan pengeluaran (defisit atau surplus),
perekonomian juga dipengaruhi oleh jenis sumber penerimaan negara dan bentuk
kegiatan yang dibiayai pengeluaran negara.
Di dalam perhitungan defisit atau surplus
anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN), perlu diperhatikan jenis-jenis
penerimaan yang dapat dikategorikan sebagai penerimaan negara, dan jenis-jenis
pengeluaran yang dapat dikategorikan sebagai pengeluaran negara. Pada dasarnya
yang dimaksud dengan penerimaan negara adalah pajak-pajak dan berbagai pungutan
yang dipungut pemerintah dari perekonomian dalam negeri, yang menyebabkan
kontraksi dalam perekonomian. Dengan demikian hibah dari negara donor serta
pinjaman luar negeri tidak termasuk dalam penerimaan negara. Di lain sisi,
yang dimaksud dengan pengeluaran negara adalah semua pengeluaran untuk operasi
pemerintah dan pembiayaan berbagai proyek di sektor negara ataupun badan usaha
milik negara. Dengan demikian pembayaran bunga dan cicilan hutang luar negeri
tidak termasuk dalam perhitungan pengeluaran negara.
Dari perhitungan penerimaan dan
pengeluaran negara tersebut, akan diperoleh besarnya surplus atau defisit APBN.
Dalam hal terdapat surplus dalam APBN, hal ini akan menimbulkan efek kontraksi
dalam perekonomian, yang besarnya tergantung kepada besarnya surplus tersebut .
Pada umumnya surplus tersebut dapat dipergunakan sebagai cadangan atau untuk
membayar hutang pemerintah (prepayment).
Dalam hal terjadi defisit, maka defisit
tersebut dapat dibayai dengan pinjaman luar negeri (official foreign borrowing)
atau dengan pinjaman dalam negeri. Pinjaman dalam negeri dapat dalam bentuk
pinjaman perbankan dan non-perbankan yang mencakup penerbitan obligasi negara
(government bonds) dan privatisasi. Dengan demikian perlu ditegaskan bahwa
penerbitan obligasi negara merupakan bagian dari pembiayaan defisit dalam
negeri non-perbankan yang nantinya diharapkan dapat memainkan peranan yang
lebih tinggi. Hal yang paling penting diperhatikan adalah menjaga agar hutang
luar negeri atau hutang dalam negeri tersebut masih dalam batas-batas kemampuan
negara (sustainable).
Pada dasarnya defisit dalam APBN akan
menimbulkan efek ekspansi dalam perekonomian . Dalam hal defisit APBN dibiayai
dengan pinjaman luar negeri, maka hal ini tidak menimbulkan tekanan inflasi
jika pinjaman luar negeri tersebut dipergunakan untuk membeli barang-barang
impor, seperti halnya dengan sebagian besar pinjaman dari CGI selama ini. Akan
tetapi bila pinjaman luar negeri tersebut dipergunakan untuk membeli barang dan
jasa di dalam negeri, maka pembiayaan defisit dengan memakai pinjaman luar
negeri tersebut akan menimbulkan tekanan inflasi. Dilain pihak, pembiayaan
defisit APBN dengan penerbitan obligasi negara akan menambah jumlah uang yang
beredar dan akan menimbulkan tekanan inflasi.
Adapun pembiayaan defisit dengan
menggunakan sumber dari pinjaman luar negeri akan berpengaruh pada neraca
pembayaran khususnya pada lalu lintas modal pemerintah . Semakin besar jumlah
pinjaman luar negeri yang dapat ditarik, lalu lintas modal Pemerintah cenderung
positif. Adapun kinerja pemerintah dapat dilihat dari besarnya nilai lalu
lintas moneter. Nilai lalu lintas moneter yang positif menunjukkan adanya cash
inflow.
Pada dasarnya, kebijaksanaan moneter
ditujukan agar likuiditas dalam perekonomian berada dalam jumlah yang “tepat”
sehingga dapat melancarkan transaksi perdagangan tanpa menimbulkan tekanan
inflasi. Umumnya pelaksanaan pengaturan jumlah likuiditas dalam perekonomian
ini dilakukan oleh bank sentral, melalui berbagai instrumen , khususnya open
market operations (OMOs).
Dalam melaksanakan OMO, pada umumnya bank
sentral menjual atau membeli obligasi negara jangka panjang. Jika likuiditas
dalam perekonomian dirasakan perlu ditambah, maka bank sentral akan membeli
sejumlah obligasi negara di pasar sekunder, sehingga uang beredar bertambah, dan
dilain pihak bila bank sentral ingin mengurangi likuiditas dalam perekonomian,
bank sentral akan menjual sebagian obligasi negara yang berada dalam portofolio
bank sentral. Perlu difahami bahwa portofolio obligasi negara di bank sentral
tersebut memberikan pendapatan kepada bank sentral berupa bunga obligasi.
Kesimpulannya, kebijakan pemerintah
ditetapkan guna mengatasi permasalahan ekonomi. Dari waktu ke waktu
permasalahan ekonomi di Indonesia selalu berubah sehingga kebijakan pemerintah pun
disesuaikan dengan permasalahan yang terjadi.
Beberapa kebijakan yang ditetapkan
pemerintah adalah:
Kebijakan moneter, proses mengatur
persediaan uang sebuah negara untuk mencapai tujuan tertentu; seperti menahan
inflasi, mencapai pekerja penuh atau lebih sejahtera.
Kebijakan Fiskal, adalah suatu kebijakan
ekonomi dalam rangka mengarahkan kondisi perekonomian untuk menjadi lebih baik
dengan jalan mengubah penerimaan dan pengeluaran pemerintah. Kebijakan ini
mirip dengan kebijakan moneter untuk mengatur jumlah uang beredar, namun
kebijakan fiskal lebih mekankan pada pengaturan pendapatan dan belanja
pemerintah.
Kebijakan fiskal dan kebijakan moneter
satu sama lain saling berpengaruh dalam kegiatan perekonomian. Masing – masing
variabel kebijakan tersebut, kebijakan fiskal dipengaruhi oleh dua variabel
utama, yaitu pajak (tax) dan pengeluaran pemerintah (goverment expenditure).
Sedangkan variabel utama dalam kebijakan moneter, yaitu GDP, inflasi, kurs, dan
suku bunga.
Sumber
:
http://heleninfo.wordpress.com/2011/04/13/kebijakan-kebijakan/
0 Leave your coment