PERLINDUNGAN KONSUMEN
6/21/2014 11:00:00 PM
PENGERTIAN
KONSUMEN
Menurut Undang – undang No. 8 tahun 1999 tentang
Perlindungan Konsumen :
Pasal 1 butir 2 :
“ Konsumen adalah setiap orang pemakai barang dan atau jasa
yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga,
orang lain, maupun makhluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan.”
Menurut Hornby :
“ Konsumen (consumer) adalah seseorang yang membeli barang
atau menggunakan jasa; seseorang atau suatu perusahaan yang membeli barang
tertentu atau menggunakan jasa tertentu; sesuatu atau seseorang yang
menggunakan suatu persediaan atau sejumlah barang; setiap orang yang
menggunakan barang atau jasa.”
AZAS DAN
TUJUAN PERLINDUNGAN KONSUMEN
Azas Konsumen
1. Asas Manfaat
Mengamanatkan bahwa segala upaya dalam penyelenggaraan
perlindungan konsumen harus memberikan manfaat sebesar-besarnya bagi
kepentingan konsumen dan pelaku usaha secara keseluruhan,
2. Asas Keadilan
Partisipasi seluruh rakyat dapat diwujudkan secara maksimal
dan memberikan kesempatan kepada konsumen dan pelaku usaha untuk memperoleh
haknya dan melaksanakan kewajibannya secara adil,
3. Asas Keseimbangan
Memberikan keseimbangan antara kepentingan konsumen, pelaku
usaha, dan pemerintah dalam arti materiil ataupun spiritual,
4. Asas Keamanan dan Keselamatan Konsumen
Memberikan jaminan atas keamanan dan keselamatan kepada
konsumen dalarn penggunaan, pemakaian dan pemanfaatan barang dan/atau jasa yang
dikonsumsi atau digunakan;
5. Asas Kepastian Hukum
Baik pelaku usaha maupun konsumen mentaati hukum dan
memperoleh keadilan dalam penyelenggaraan perlindungan konsumen, serta negara
menjamin kepastian hukum.
Tujuan Konsumen
Sesuai dengan pasal 3 Undang-undang Perlindungan Konsumen,
tujuan dari Perlindungan Konsumen adalah :
-Meningkatkan kesadaran, kemampuan dan kemandirian konsumen
untuk melindungi diri,
-Mengangkat harkat dan martabat konsumen dengan cara
menghindarkannya dari ekses negatif pemakaian barang dan/atau jasa,
-Meningkatkan pemberdayaan konsumen dalam memilih, menentukan
dan menuntut hak-haknya sebagai konsumen,
-Menciptakan sistem perlindungan konsumen yang mengandung
unsur kepastian hukum dan keterbukaan informasi serta akses untuk mendapatkan
informasi,
-Menumbuhkan kesadaran pelaku usaha mengenai pentingnya
perlindungan konsumen sehingga tumbuh sikap yang jujur dan bertanggungjawab
dalam berusaha,
-Meningkatkan kualitas barang dan/atau jasa yang menjamin
kelangsungan usaha produksi barang dan/atau jasa, kesehatan, kenyamanan,
keamanan dan keselamatan konsumen.
HAK – HAK
KONSUMEN
Sesuai dengan Pasal 4 Undang-undang Perlindungan Konsumen
(UUPK), Hak-hak Konsumen adalah :
-Hak atas kenyamanan, keamanan dan keselamatan dalam
mengkonsumsi barang dan/atau jasa;
-Hak untuk memilih barang dan/atau jasa serta mendapatkan
barang dan/atau jasa tersebut sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta
jaminan yang dijanjikan;
-Hak atas informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai
kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa;
-Hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang
dan/atau jasa yang digunakan;
-Hak untuk mendapatkan advokasi, perlindungan dan upaya
penyelesaian sengketa perlindungan konsumen secara patut;
-Hak untuk mendapat pembinaan dan pendidikan konsumen;
-Hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur
serta tidak diskriminatif;
-Hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi/penggantian,
apabila barang dan/atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau
tidak sebagaimana mestinya;
-Hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan
perundang-undangan lainnya.
KEWAJIBAN
KONSUMEN
Sesuai dengan Pasal 5 Undang-undang Perlindungan Konsumen,
Kewajiban Konsumen adalah :
-Membaca atau mengikuti petunjuk informasi dan prosedur
pemakaian atau pemanfaatan barang dan/atau jasa, demi keamanan dan keselamatan;
-Beritikad baik dalam melakukan transaksi pembelian barang
dan/atau jasa;
-Membayar sesuai dengan nilai tukar yang disepakati;
-Mengikuti upaya penyelesaian hukum sengketa perlindungan
konsumen secara patut.
HAK PELAKU
USAHA DALAM PASAL 6 UUPK adalah :
-Hak untuk menerima pembayaran yang sesuai dengan kesepakatan
mengenai kondisi dan nilai tukar barang dan/atau jasa yang diperdagangkan;
-Hak untuk mendapat perlindungan hukum dari tindakan konsumen
yang beritikad tidak baik;
-Hak untuk melakukan pembelaan diri sepatutnya di dalam
penyelesaian hukum sengketa konsumen;
-Hak untuk rehabilitasi nama baik apabila terbukti secara
hukum bahwa kerugian konsumen tidak diakibatkan oleh barang dan/atau jasa yang
diperdagangkan;
-Hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan
perundang-undangan lainnya.
KEWAJIBAN
PELAKU USAHA dalam PASAL 7 UUPK adalah :
-Beritikad baik dalam melakukan kegiatan usahanya;
-Memberikan informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai
kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa serta memberi penjelasan penggunaan,
perbaikan dan pemeliharaan;
-Memperlakukan atau melayani konsumen secara benar dan jujur
serta tidak diskriminatif;
-Menjamin mutu barang dan/atau jasa yang diproduksi dan/atau
diperdagangkan berdasarkan ketentuan standar mutu barang dan/atau jasa yang
berlaku;
-Memberi kesempatan kepada konsumen untuk menguji, dan/atau
mencoba barang dan/atau jasa tertentu serta memberi jaminan dan/atau garansi
atas barang yang dibuat dan/atau yang diperdagangkan;
-Memberi kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian atas
kerugian akibat penggunaan, pemakaian dan pemanfaatan barang dan/atau jasa yang
diperdagangkan;
-Memberi kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian apabila
barang dan/atau jasa yang dterima atau dimanfaatkan tidak sesuai dengan
perjanjian.
PERBUATAN
YANG DILARANG BAGI PELAKU USAHA :
Pelaku usaha dilarang memproduksi atau memperdagangkan
barang atau jasa, misalnya :
-Tidak memenuhi atau tidak sesuai dengan standar yang dipersyaratkan dalam ketentuan peraturan perundang-undangan ;
-Tidak sesuai dengan berat isi bersih atau neto;
-Tidak sesuai dengan ukuran , takaran, timbangan, dan jumlah
dalam hitungan menurut ukuran yang sebenarnya;
-Tidak sesuai denga kondisi, jaminan, keistimewaan
sebagaimana dinyatakan dalam label, etika, atau keterangan barang atau jasa
tersebut;
-Tidak sesuai dengan janji yang dinyatakan dalam label;
-Tidak mengikuti ketentuan berproduksi secara halal;
-Tidak memasang label atau membuat penjelasan barang yang
memuat barang, ukuran , berat isi atau neto
Larangan dalam menawarkan / memproduksi
Pelaku usaha dilarang menawarkan, mempromosikan suatu barang
atau jasa secara tidak benar atau seolah-olah :
-barang tersebut telah memenuhi atau memiliki potongan harga,
harga khusus, standar mutu tertentu.
-barang tersebut dalam keadaan baik/baru;
-barang atau jasa tersebut telah mendapat atau memiliki
sponsor, persetujuan, perlengkapan tertentu.
dibuat oleh perusahaan yang mempunyai sponsor, persetujuan, atau afiliasi.
dibuat oleh perusahaan yang mempunyai sponsor, persetujuan, atau afiliasi.
-barang atau jasa tersebut tersedia.
-tidak mengandung cacat tersembunyi.
-kelengkapan dari barang tertentu.
-berasal dari daerah tertentu.
-secara langsung atau tidak merendahkan barang atau jasa
lain.
-menggunakan kata-kata yang berlebihan seperti aman, tidak
berbahaya , atau efek sampingan
tanpa keterangan yang lengkap.
-menawarkan sesuatu yang mengandung janji yang belum pasti.
Larangan dalam penjualan secara obral / lelang
Pelaku usaha dalam penjualan yang dilakukan melalui cara
obral atau lelang , dilarang mengelabui / menyesatkan konsumen, antara lain :
• menyatakan barang atau jasa tersebut seolah-olah telah
memenuhi standar tertentu.
• Tidak mengandung cacat tersembunyi.
• Tidak berniat untuk menjual barang yang ditawarkan
melainkan dengan maksud menjual barang lain.
• Tidak menyedian barang dalam jumlah tertentu atau jumlah
cukup dengan maksud menjual barang yang lain.
Larangan dalam periklanan
Pelaku usaha periklanan dilarang memproduksi iklan , misalnya
:
• mengelabui konsumen mengenai kualitas, kuantitas, bahan,
kegunaan, dan harga mengenai atau tarif jasa, serta ketepatan waktu penerimaan
barang jasa.
• Mengelabui jaminan / garansi terhadap barang atau jasa.
• Memuat informasi yang keliru, salah atau tidak tepat
mengenai barang atau jasa.
• Tidak memuat informasi mengenai risiko pemakaian barang
atau jasa.
• Mengeksploitasi kejadian atau seseorang tanpa seizing yang
berwenang atau persetujuan yang bersangkutan.
• Melanggar etika atau ketentuan peraturan
perundang-undangan mengenai periklanan.
TANGGUNG
JAWAB PELAKU USAHA :
Pelaku Usaha bertanggung jawab memberikan ganti rugi atas
kerusakan, pencemaran, dan/ atau kerugian konsumen akibat mengkomsumsi barang
dan atau jasa yang dihasilkan atau diperdagangkan.
Ganti rugi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa
pengembalian uang atau penggantian barang dan/ atau jasa yang sejenis atau
secara nilainya, atau perawatan kesehatan dan/ atau pemberian santunan yang
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Pemberian ganti rugi dilaksanakan dalam tenggang waktu 7
(tujuh) hari setelah tanggal transaksi.
Pemberian ganti rugi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan
ayat (2) tidak menghapuskan kemungkinan adanya tuntutan pidana berdasrkan
pembuktian lebih lanjut mengenai adanya unsur kesalahan. (50 Ketentuan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) tidak berlaku apabila pelaku
usaha dapat membuktikan bahwa kesalahan tersebut merupakan kesalahan konsumen.”
SANKSI BAGI
PERLAKU USAHA TERHADAP PERLINDUNGAN KONSUMEN
Sanksi Perdata :
· Ganti rugi dalam bentuk :
Pengembalian uang atau
Penggantian barang atau
Perawatan kesehatan, dan/atau
Pemberian santunan
· Ganti rugi diberikan dalam tenggang waktu 7 hari setelah
tanggal transaksi
Sanksi Administrasi :
Sanksi Administrasi :
maksimal Rp. 200.000.000 (dua ratus juta rupiah), melalui
BPSK jika melanggar Pasal 19 ayat (2) dan (3), 20, 25
Sanksi Pidana :
· Kurungan :
Penjara, 5 tahun, atau denda Rp. 2.000.000.000 (dua milyar
rupiah) (Pasal 8, 9, 10, 13 ayat (2), 15, 17 ayat (1) huruf a, b, c, dan e dan
Pasal 18
Penjara, 2 tahun, atau denda Rp.500.000.000 (lima ratus juta
rupiah) (Pasal 11, 12, 13 ayat (1), 14, 16 dan 17 ayat (1) huruf d dan f
CONTOH KASUS
PERLINDUNGAN KONSUMEN
Saya mengambil kasus
yang terjadi pada awal Mei 2014 seperti yang dikutip di TEMPO.CO
TEMPO.CO, Jakarta - Seorang
pedagang daging giling terbukti menjual daging celeng yang disamarkan sebagai
daging sapi. Daging giling itu biasa digunakan untuk bahan baku bakso.
"Sudah diperiksa di laboratorium, hasilnya memang benar itu daging
celeng," kata Kepala Seksi Pengawasan dan Pengendalian Suku Dinas
Peternakan dan Perikanan Jakarta Barat, Pangihutan Manurung, Senin, 5 Mei 2014.
Menurut Pangihutan, instansinya mendapat laporan tentang penjualan daging celeng di di Jalan Pekojan III Tambora, Jakarta Barat. Penjualnya bernama bernama Sutiman Wasis Utomo, 55 tahun. "Laporannya pekan lalu, dan langsung kami tindaklanjuti," kata Pangihutan.
Sutiman selama ini dikenal sebagai pengusaha rumahan yang menjual bakso olahan untuk penjual bakso keliling. Sehari setelah laporan masuk, seorang pegawai Suku Dinas Peternakan membeli bakso tersebut dan memeriksanya di laboratorium. Hasil pemeriksaan menyatakan daging bakso itu mengandung daging babi hutan atau celeng.
Kepada para anggota tim pengawasan dari Suku Dinas Peternakan, Sutiman mengaku membeli daging tersebut dari seorang lelaki bernama John, yang berdomisili di Cengkareng, Jakarta Barat. Anggota tim saat ini sedang melacak arus distribusi bakso olahan Sutiman.
Menurut Pangihutan, daging celeng yang dijual Sutiman tak melalui pengawasan oleh Suku Dinas Peternakan. Celeng tersebut diburu di berbagai daerah di Pulau Jawa dan langsung dipasarkan secara terselubung. "Tak ada jaminan daging yang dipasarkan itu sehat dan layak dikonsumsi," katanya.
Atas perbuatan tersebut, Dinas Peternakan melaporkan Sutiman ke Polsek Penjaringan. Dia dijerat Pasal 62 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang perlindungan konsumen. Sutiman dianggap menipu konsumen karena tak menyebutkan bahan baku sebenarnya dan mengabaikan standar kesehatan. "Dia melanggar karena tak melewati proses pengawasan dengan menggunakan babi dari rumah potong dan berterus terang kepada pembeli," kata Pangihutan.
Menurut Pangihutan, instansinya mendapat laporan tentang penjualan daging celeng di di Jalan Pekojan III Tambora, Jakarta Barat. Penjualnya bernama bernama Sutiman Wasis Utomo, 55 tahun. "Laporannya pekan lalu, dan langsung kami tindaklanjuti," kata Pangihutan.
Sutiman selama ini dikenal sebagai pengusaha rumahan yang menjual bakso olahan untuk penjual bakso keliling. Sehari setelah laporan masuk, seorang pegawai Suku Dinas Peternakan membeli bakso tersebut dan memeriksanya di laboratorium. Hasil pemeriksaan menyatakan daging bakso itu mengandung daging babi hutan atau celeng.
Kepada para anggota tim pengawasan dari Suku Dinas Peternakan, Sutiman mengaku membeli daging tersebut dari seorang lelaki bernama John, yang berdomisili di Cengkareng, Jakarta Barat. Anggota tim saat ini sedang melacak arus distribusi bakso olahan Sutiman.
Menurut Pangihutan, daging celeng yang dijual Sutiman tak melalui pengawasan oleh Suku Dinas Peternakan. Celeng tersebut diburu di berbagai daerah di Pulau Jawa dan langsung dipasarkan secara terselubung. "Tak ada jaminan daging yang dipasarkan itu sehat dan layak dikonsumsi," katanya.
Atas perbuatan tersebut, Dinas Peternakan melaporkan Sutiman ke Polsek Penjaringan. Dia dijerat Pasal 62 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang perlindungan konsumen. Sutiman dianggap menipu konsumen karena tak menyebutkan bahan baku sebenarnya dan mengabaikan standar kesehatan. "Dia melanggar karena tak melewati proses pengawasan dengan menggunakan babi dari rumah potong dan berterus terang kepada pembeli," kata Pangihutan.
Analisis :
Dari kasus pelaku telah melakukan perbuatan yang dilarang
oleh undang-undang dimana ketidaksesuaiaannya isi barang dengan label
kemasannya yang dituliskan daging sapi padahal didalamnya daging celeng. Kita
harus ketahui bahwa hak konsumen adalah hak atas kenyamanan, keamanan, dan
keselamatan dalam mengkonsumsi barang atau jasa.
Dan sebagai pelaku usaha seharusnya penjual daging ini
memberikan informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi barang yang
dijualnya. Konsumen akan sangat dirugikan sekali bila mereka mengetahui bahwa
daging yang dibelinya itu tidak sesuai dengan kemasannya yang tertulis daging
sapi.
Seperti yang dikatakan berita diatas, pelaku terjerat Pasal
62 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang perlindungan konsumen.
Perlindungan konsumen masih menjadi hal yang harus
diperhatikan. Konsumen seringkali dirugikan dengan pelanggaran-pelanggaran oleh
produsen atau penjual. Pelanggaran- pelanggaran yang terjadi saat ini bukan hanya
pelanggaran dalam skala kecil, namun sudah tergolong kedalam skala besar. Dalam
hal ini seharusnya pemerintah lebih siapdalam mengambil tindakan. Pemerintah
harus segera menangani masalah ini sebelumakhirnya semua konsumen harus
menanggung kerugian yang lebih berat akibat efek samping dari tidak adanya
perlindungan konsumen atau jaminan terhadap konsumen.
Sumber :
0 Leave your coment